Menjelang penutup tahun, perhatian organisasi sering kali terfokus pada laporan keuangan, penyusunan strategi, atau evaluasi kinerja. Namun ada satu elemen yang sering luput dari prioritas, padahal berpengaruh langsung terhadap produktivitas dan kesehatan budaya kerja: apresiasi karyawan. Mengakhiri tahun dengan penghargaan yang tulus bukan sekadar ritual seremonial, tetapi sebuah intervensi psikologis yang berdampak besar terhadap motivasi, loyalitas, dan energi organisasi memasuki tahun berikutnya.
Penelitian dalam psikologi positif secara konsisten menunjukkan bahwa pengakuan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dalam konteks kerja. Martin Seligman, tokoh utama dalam positive psychology, menegaskan bahwa perasaan dihargai meningkatkan emosi positif, yang pada gilirannya memperkuat ketahanan mental dan kemampuan seseorang untuk berkinerja baik. Temuan ini diperkuat oleh laporan Gallup Workplace 2023, yang menyatakan bahwa karyawan yang merasa mendapat pengakuan yang memadai memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk bertahan dalam organisasi dan menunjukkan keterlibatan kerja yang lebih tinggi.
Apresiasi tidak selalu harus mengambil bentuk finansial. Banyak studi menunjukkan bahwa pengakuan non-materi bahkan lebih berpengaruh terhadap motivasi jangka panjang, terutama jika diberikan secara personal dan bermakna. Workhuman Human Workplace Index (2024) mengemukakan bahwa 64% karyawan merasa lebih terhubung dengan organisasi ketika penghargaan yang diterima memuat elemen personalisasi, seperti pengakuan atas progres, kontribusi unik, atau pencapaian kecil yang biasanya tidak tercatat dalam indikator kinerja formal. Dengan kata lain, apresiasi yang efektif adalah yang mampu “melihat manusia di balik peran.”
Mengakhiri tahun dengan apresiasi memberikan momentum emosional yang penting. Tahun kerja yang panjang sering kali meninggalkan kelelahan, kebingungan tujuan, atau perasaan bahwa kontribusi tidak terlihat. Apresiasi yang tepat dapat mengembalikan rasa makna tersebut. Dalam penelitian yang diterbitkan oleh Harvard Business Review (2022), 72% responden menyatakan bahwa penghargaan yang mereka terima di akhir tahun berdampak langsung pada semangat mereka memasuki tahun baru. Apresiasi berfungsi sebagai “ritual pemulihan psikologis” yang menandai keberhasilan, bukan hanya penutupan siklus kerja.
Namun, apresiasi tidak boleh dilakukan sekadarnya. Ketika penghargaan diberikan secara generik, tidak relevan, atau hanya karena kewajiban, dampaknya dapat menjadi sebaliknya: karyawan merasa sekadar menjadi angka dalam sistem. Karena itu, organisasi perlu lebih kreatif dan autentik dalam mengapresiasi karyawan. Kreativitas dalam penghargaan tidak hanya tentang bentuk kegiatan, tetapi juga tentang bagaimana penghargaan tersebut menciptakan hubungan emosional antara organisasi dan karyawan.
Beberapa organisasi mengakhiri tahun dengan sesi refleksi tim, bukan hanya pengumuman penghargaan. Ada pula yang membuat “surat penghargaan personal” dari pimpinan kepada anggota tim, sebuah tradisi yang didukung oleh riset MIT Human Dynamics Lab yang menunjukkan bahwa komunikasi personal dari atasan memiliki efek motivasional yang lebih kuat daripada apresiasi publik berskala besar. Organisasi lain memilih membuat momen apresiasi yang ringan dan menyenangkan, seperti malam apresiasi informal, video recap perjalanan satu tahun, atau pengakuan spontan atas capaian-capaian kecil yang sebelumnya luput.
Selain itu, apresiasi yang baik juga harus mencerminkan nilai-nilai budaya organisasi. Jika budaya perusahaan menekankan kolaborasi, maka bentuk apresiasi sebaiknya menonjolkan kontribusi tim. Bila perusahaan mendorong inovasi, maka penghargaan terhadap ide, keberanian mencoba, dan pembelajaran dari kegagalan menjadi penting. Dengan demikian, apresiasi bukan hanya ucapan terima kasih, tetapi juga alat untuk memperkuat identitas organisasi.
Di tengah pergeseran tenaga kerja dan meningkatnya kebutuhan akan pengalaman kerja yang bermakna, apresiasi menjadi strategi penting untuk mempertahankan talenta. Work Institute Retention Report 2023 menemukan bahwa 17% karyawan yang mengundurkan diri menyatakan bahwa kurangnya penghargaan dan pengakuan adalah faktor utama keputusan mereka. Angka ini menunjukkan bahwa apresiasi bukan tambahan kecil, tetapi bagian inti dari manajemen talenta.
Mengakhiri tahun dengan apresiasi berarti memulai tahun berikutnya dengan energi yang lebih positif. Organisasi yang merayakan pencapaian, menghargai perjuangan, dan mengakui kontribusi karyawan sedang membangun fondasi psikologis yang kuat untuk tahun baru. Di dunia kerja yang semakin kompleks, apresiasi bukan hanya bentuk sopan santun, tetapi salah satu strategi kepemimpinan paling efektif yang dimiliki organisasi.
Maka pertanyaan reflektif yang penting adalah ini: apresiasi seperti apa yang paling layak diterima karyawan Anda di akhir tahun—dan apakah Anda telah benar-benar melihat dan menghargai kontribusi mereka selama ini?
Penulis: Irfiani Triastari – Research & Development, Insight Indonesia
