Pada tahun 2020, seorang staf administrasi bernama Nita merasa pekerjaannya aman. Ia sudah bekerja 7 tahun di perusahaan logistik dan mahir mengelola data pengiriman. Namun, pandemi datang. Otomatisasi dan digitalisasi mendesak proses kerja berubah cepat. Tiba-tiba, pekerjaan Nita dialihkan ke sistem digital baru yang ia tidak pahami. Dalam enam bulan, ia ditawarkan dua pilihan: belajar keterampilan baru, atau menerima pemutusan hubungan kerja.
Cerita Nita bukan pengecualian. Hari ini, perubahan teknologi, otomatisasi, dan disrupsi industri memaksa kita bukan hanya bekerja lebih keras, tetapi belajar lebih cerdas. Di sinilah upskilling dan reskilling menjadi kebutuhan strategis.
Definisi dan Perbedaan
Upskilling adalah peningkatan keterampilan dalam peran yang sedang dijalani menjadi lebih kompeten, lebih produktif, dan lebih adaptif terhadap perubahan. Misalnya: seorang analis data yang belajar bahasa pemrograman Python untuk meningkatkan efisiensi.
Reskilling adalah proses pembelajaran ulang keterampilan yang sama sekali baru untuk berpindah peran atau profesi. Contohnya: staf administrasi yang mempelajari digital marketing untuk berganti jalur karier.
Keduanya merupakan bentuk respons strategis terhadap perubahan ekosistem kerja.
Mengapa Penting?
- World Economic Forum (2023) memperkirakan bahwa 44% keterampilan inti saat ini akan berubah dalam lima tahun ke depan.
- McKinsey (2022) melaporkan bahwa 9 dari 10 eksekutif menyatakan bahwa kesenjangan keterampilan adalah ancaman serius bagi pertumbuhan bisnis mereka.
- LinkedIn Learning (2024) menunjukkan bahwa organisasi dengan budaya pembelajaran berkelanjutan memiliki produktivitas 30% lebih tinggi.
Dengan kata lain, belajar adalah mata uang baru di era kerja masa depan.
Strategi Implementasi di Perusahaan
1. Audit Keterampilan Internal
Lakukan pemetaan keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini dan bandingkan dengan kebutuhan masa depan. Gunakan tools seperti skill matrix atau competency mapping.
2. Desain Jalur Karier Dinamis
Buka ruang bagi karyawan untuk menavigasi lintasan karier lintas fungsi. Misalnya: teknisi yang ingin menjadi data analyst melalui pelatihan dan proyek transisi.
3. Pembelajaran Berbasis Proyek
Alih-alih hanya kelas daring, libatkan karyawan dalam proyek nyata lintas divisi untuk memperkaya keterampilan teknis dan kolaboratif.
4. Kemitraan Eksternal
Gandeng platform pelatihan, universitas, atau startup teknologi untuk menyediakan konten pembelajaran mutakhir.
Studi Kasus: Reskilling di Industri Perbankan
Sebuah bank nasional menghadapi tantangan digitalisasi layanan. Banyak teller yang perannya mulai tergantikan mesin. HR bersama Learning Team merancang program reskilling selama 6 bulan untuk mempersiapkan teller menjadi digital banking advisor. Mereka belajar tentang produk keuangan digital, layanan pelanggan berbasis aplikasi, hingga keamanan siber.
Hasilnya? 73% peserta berhasil menempati peran baru dengan performa tinggi, dan turnover menurun drastis dalam satu tahun.
Tantangan dan Solusi
Tantangan:
- Resistensi perubahan dari karyawan senior
- Anggapan bahwa pelatihan hanya membebani pekerjaan
- Kurangnya waktu dan insentif
Solusi:
- Komunikasi manfaat jangka panjang secara personal
- Buat pembelajaran sebagai bagian dari rutinitas kerja
- Berikan pengakuan dan insentif bagi peserta aktif
Upskilling dan reskilling bukan hanya agenda HR, tetapi investasi organisasi dalam kelangsungan dan relevansi. Ia adalah jembatan yang menghubungkan potensi individu dengan arah masa depan perusahaan.
Apakah keterampilan Anda hari ini masih akan relevan lima tahun ke depan?
Referensi
- World Economic Forum. (2023). Future of Jobs Report.
- McKinsey & Company. (2022). Closing the Skills Gap to Fuel Growth.
- LinkedIn Learning. (2024). Workplace Learning Report.
- Bersin by Deloitte. (2023). Building a Learning Organization for the Future.
Penulis: Irfiani Triastari – Research & Development, Insight Indonesia
