Dalam beberapa tahun terakhir, kata “big data” menjadi jargon yang nyaris tidak bisa dihindari dalam dunia bisnis. Namun dalam dunia HR, istilah ini masih kerap terdengar asing, bahkan menimbulkan kekhawatiran. Bagaimana mungkin pekerjaan yang sangat manusiawi seperti mengelola SDM bisa bergantung pada data, angka, dan algoritma?
Namun di tengah tantangan organisasi modern, dari turnover yang meningkat, ketidakpastian pasar tenaga kerja, hingga tekanan untuk efisiensi, mengabaikan kekuatan data justru bisa membuat HR kehilangan peran strategisnya.
Big data dalam HR bukan soal mengganti intuisi dengan mesin, tapi tentang membekali pengambilan keputusan dengan bukti yang kuat. Dengan kata lain, HR yang berbasis data bukan hanya tahu apa yang terjadi, tetapi bisa menjelaskan mengapa itu terjadi dan apa yang sebaiknya dilakukan.
Apa Itu Big Data dalam HR?
Big data dalam konteks SDM merujuk pada kumpulan data dalam volume besar, yang berasal dari berbagai sumber, dan terus bertambah seiring waktu, yang kemudian dianalisis untuk memperoleh insight yang relevan.
Data tersebut bisa berasal dari:
- Sistem absensi dan payroll,
- Hasil rekrutmen dan asesmen kandidat,
- Evaluasi kinerja dan feedback karyawan,
- Survei keterlibatan dan kepuasan kerja,
- Interaksi digital di platform internal,
- Hingga data eksternal seperti benchmark industri atau tren tenaga kerja nasional.
Melalui teknologi analitik—terutama descriptive, diagnostic, predictive, dan prescriptive analytics—HR kini bisa menjawab lebih banyak pertanyaan secara kuantitatif. Misalnya:
- Siapa yang paling mungkin resign dalam 6 bulan ke depan?
- Divisi mana yang punya tren produktivitas menurun?
- Faktor apa yang paling memengaruhi engagement?
Mengapa HR Perlu Menggunakan Big Data?
Menurut laporan Bersin by Deloitte (2017), organisasi yang menggunakan people analytics secara matang memiliki kemungkinan 2,6 kali lebih besar untuk meningkatkan efektivitas rekrutmen, dan 3,1 kali lebih besar untuk meningkatkan efisiensi manajemen talenta.
Beberapa manfaat utama dari penerapan big data dalam HR meliputi:
1. Meningkatkan Kualitas Pengambilan Keputusan
Daripada hanya mengandalkan intuisi atau asumsi, data membantu HR memahami tren yang terjadi—baik dalam perilaku karyawan, efektivitas pelatihan, hingga penyebab turnover.
2. Memprediksi Risiko SDM Secara Proaktif
Dengan predictive analytics, HR dapat memetakan potensi risiko resign, burnout, atau ketidaksesuaian kompetensi—dan menyusun intervensi sejak dini.
3. Menghubungkan HR dengan Tujuan Bisnis
Analitik SDM yang kuat memungkinkan HR berbicara dalam “bahasa bisnis”—dengan menunjukkan dampak strategi SDM terhadap ROI, pertumbuhan, atau efisiensi biaya.
4. Merancang Program yang Lebih Terukur
Program pelatihan, engagement, hingga well-being tidak lagi hanya berdasarkan “perasaan penting”, tapi didukung data kebutuhan nyata dari karyawan.
Dari Turnover ke Transformasi
Sebuah perusahaan logistik di Jakarta mengalami turnover tinggi di divisi operasional. Selama ini, HR hanya melakukan exit interview yang sering kali berakhir dengan jawaban standar: “gaji kurang kompetitif”, “beban kerja berat.”
Melalui pendekatan people analytics, HR mulai menggabungkan data absensi, hasil evaluasi kinerja, catatan cuti, dan feedback kerja harian. Hasilnya menunjukkan bahwa karyawan dengan supervisor tertentu memiliki tingkat resign yang lebih tinggi, dan banyak dari mereka mengambil cuti mendekati waktu resign.
Analisis lebih lanjut mengungkap bahwa kepemimpinan mikro-manajerial dan minimnya pengakuan dari atasan menjadi faktor dominan. Setelah dilakukan intervensi berupa pelatihan kepemimpinan dan sistem reward, tingkat turnover turun 30% dalam 6 bulan.
Cerita ini membuktikan bahwa data bisa berbicara—selama kita mau mendengarkan.
Langkah-Langkah Membangun HR Analytics yang Efektif
Membangun sistem big data HR tidak harus langsung kompleks. Berikut pendekatan bertahap yang dapat dilakukan:
1. Mulai dari Pertanyaan, Bukan Teknologi
Tanyakan: masalah apa yang ingin diselesaikan? Jangan mulai dari software atau dashboard, tapi dari kebutuhan bisnis nyata.
2. Kumpulkan dan Bersihkan Data
Pastikan data HR tersedia, konsisten, dan dapat diakses. Hindari duplikasi, data tidak lengkap, atau format yang membingungkan.
3. Gunakan Analisis Deskriptif Terlebih Dahulu
Langkah awal bisa dimulai dengan visualisasi sederhana: tren absen, performa per divisi, hasil survei engagement. Ini bisa membangun kebiasaan membaca data dalam tim HR.
4. Bangun Kolaborasi dengan Tim IT/Data
HR tidak harus menjadi pakar statistik. Tapi penting untuk membangun aliansi dengan tim data atau IT untuk mengembangkan sistem analitik yang tepat guna.
5. Gunakan Insight untuk Aksi, Bukan Sekadar Laporan
Data yang bagus tidak berarti apa-apa jika tidak digunakan untuk keputusan. HR harus menindaklanjuti temuan data dengan strategi, kebijakan, atau intervensi nyata.
HR Berbasis Data adalah HR yang Siap Masa Depan
Big data bukan hanya tentang angka. Di baliknya ada pola, ada cerita, ada arah. Ketika HR mampu membaca data dengan kritis dan menggunakannya secara strategis, maka keputusan-keputusan penting, dari rekrutmen hingga retensi, dari pelatihan hingga promosi—tidak lagi bergantung pada intuisi, tetapi pada evidence dan insight yang kuat.
Dengan big data, HR tidak kehilangan sentuhan manusiawinya. Justru sebaliknya—HR menjadi lebih mampu memahami manusia dengan lebih utuh, akurat, dan berdampak.
Referensi:
- Bersin by Deloitte (2017). High-Impact People Analytics.
- McKinsey (2020). HR Analytics: Unlocking the Hidden Potential of HR Data.
- SHRM Foundation (2021). Using People Analytics to Drive Business Results.
- Rasmussen, T., & Ulrich, D. (2015). Learning from practice: how HR analytics avoids being a management fad. Organizational Dynamics, 44(3), 236–242.
Penulis: Irfiani Triastari – Research & Development, Insight Indonesia