23 May 2025

AI dalam Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

“The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write,
but those who cannot learn, unlearn, and relearn.” — Alvin Toffler

Pernyataan futuristik dari Alvin Toffler ini kini menjadi realitas organisasi modern. Di tengah kecepatan perubahan, kemampuan untuk terus belajar menjadi lebih penting daripada sekadar menguasai satu bidang keahlian. Tapi jika cara belajarnya tetap konvensional—seragam, satu arah, dan tidak adaptif—maka kita hanya mengganti modul tanpa mengganti sistem berpikir.

Cerita ini pernah nyata di sebuah perusahaan distribusi di Makassar. Tim HR menghadapi tantangan klasik: program pelatihan customer service berjalan, tapi tidak berdampak. LMS sudah ada, materi sudah lengkap, tapi mayoritas karyawan tidak menyelesaikannya. Ketika ditanya, mereka menjawab dengan jujur: materinya tidak relevan, terlalu umum, dan tidak bisa diakses saat mereka benar-benar membutuhkannya.

Mereka pun beralih ke pendekatan baru: mengintegrasikan Artificial Intelligence (AI) ke dalam sistem pelatihan. Dimulai dari pre-assessment, sistem menyusun jalur pembelajaran individual berdasarkan hasil dan pola belajar tiap peserta. Modul dibagi menjadi microlearning berbasis kebutuhan, bisa diakses kapan saja, dan diikuti sesuai ritme kerja masing-masing.

Hasilnya mengejutkan. Dalam dua bulan, penyelesaian pelatihan naik dari 47% ke 88%. Feedback peserta membaik. Dan yang paling penting—materi terasa “dekat”, karena AI membawanya ke ruang kerja sehari-hari.

Pelatihan Konvensional: Masih Diperlukan, Tapi Perlu Diubah

Pelatihan formal masih penting. Namun jika hanya dilakukan sekali setahun, dengan pendekatan satu arah dan isi yang seragam, ia akan sulit menjawab kebutuhan pembelajaran di tempat kerja yang terus berkembang.

Menurut laporan Journal of Workplace Learning (Salas et al., 2012), pelatihan yang tidak dikaitkan langsung dengan konteks kerja hanya memiliki tingkat retensi materi sebesar 20–30% setelah dua minggu. Sementara pelatihan yang personal dan kontekstual bisa meningkatkan retensi hingga 80%.

Artinya, cara kita mendesain pembelajaran jauh lebih menentukan daripada seberapa banyak materi yang diberikan.

AI: Membawa Pelatihan ke Level yang Lebih Personal dan Strategis

Artificial Intelligence bukan sekadar tren teknologi. Dalam konteks pelatihan, AI berfungsi sebagai penghubung antara data perilaku belajar, kebutuhan kerja nyata, dan jalur pengembangan karyawan.

Fungsi utama AI dalam pelatihan:
  • Adaptive learning: Sistem menyusun urutan modul yang berbeda untuk setiap karyawan berdasarkan kemampuan dan progres.
  • Rekomendasi cerdas: Mirip seperti Netflix, sistem pembelajaran merekomendasikan konten sesuai peran, gaya belajar, dan hasil sebelumnya.
  • Chatbot pembelajaran: Karyawan bisa bertanya 24/7 dan mendapatkan jawaban berbasis pengetahuan yang terus diperbarui.
  • Learning analytics: HR bisa melihat siapa yang tertinggal, modul mana yang terlalu rumit, dan bagaimana mengintervensi lebih awal.
AI Mempercepat dan Memperdalam Pembelajaran

Penelitian oleh Zheng et al. (2021) dalam Computers & Education menunjukkan bahwa AI-based learning systems meningkatkan efektivitas pelatihan hingga 32% dibanding model konvensional, terutama dalam aspek personalisasi dan retensi pengetahuan.

Sementara studi dari International Journal of Training and Development (Gupta & Chopra, 2020) menyimpulkan bahwa:

“Organisasi yang mengintegrasikan AI dalam sistem pelatihan melaporkan peningkatan efisiensi, kepuasan karyawan, dan akurasi pemetaan kompetensi—terutama di industri dengan kebutuhan reskilling tinggi.”

Dengan kata lain, AI tidak hanya membantu karyawan belajar lebih baik, tapi juga membantu organisasi memahami cara terbaik untuk mengembangkan mereka.

Bagaimana Organisasi Bisa Memulainya?

Transformasi digital dalam pelatihan tidak harus dimulai dari sistem mahal atau kompleks. Yang penting adalah mindset baru dalam merancang pengalaman belajar.

Langkah awal yang realistis:
  1. Audit pelatihan saat ini: Apa saja yang berjalan? Apa yang sering gagal? Modul mana yang tidak diselesaikan?
  2. Mulai dari microlearning berbasis AI: Pilih platform yang mendukung personalisasi dan adaptif learning.
  3. Lakukan pre-assessment & tracking: Sistem cerdas hanya akan efektif jika input data awal akurat.
  4. Latih pelatih: Fasilitator dan HR tetap dibutuhkan untuk mendampingi, menafsirkan data, dan menjaga relevansi materi.
  5. Tindak lanjuti insight dari data: Jangan berhenti pada laporan pelatihan. Gunakan data untuk mengembangkan jalur karier, program mentoring, atau promosi internal.
AI Tidak Menghilangkan Sentuhan Manusia, Justru Memperkuatnya

Kecerdasan buatan bukan pengganti pelatih, tapi pendamping. Bukan penghapus interaksi, tapi penguat pengalaman.

Dengan AI, pelatihan bukan lagi beban administratif atau agenda tahunan. Ia menjadi alat strategis untuk membentuk manusia yang terus belajar, tumbuh, dan siap menghadapi tantangan baru di dunia kerja yang makin kompleks.

Dan seperti yang terjadi pada tim di Makassar, transformasi besar bisa dimulai dari satu keputusan kecil: percaya bahwa belajar bisa dibuat lebih manusiawi dengan bantuan mesin.

Referensi:

  • Salas, E., Tannenbaum, S. I., Kraiger, K., & Smith-Jentsch, K. A. (2012). The science of training and development in organizations: What matters in practice. Journal of Workplace Learning.
  • Zheng, L., Lin, H., & Kwon, J. (2021). Effects of adaptive learning systems on learner outcomes: A meta-analysis. Computers & Education.
  • Gupta, R., & Chopra, D. (2020). Artificial Intelligence in employee training: Emerging role and implications. International Journal of Training and Development.
  • Deloitte (2023). Learning in the Flow of Work: Global Human Capital Trends
    McKinsey (2021). Personalized Learning at Scales

Penulis: Irfiani Triastari – Research & Development, Insight Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *